SELAMAT DATANG SAHABAT PEMBELAJAR

Kamis, 08 Agustus 2019

HOTS

Model-Model Pembelajaran HOTS (Higher Order Thinking Skill)


Model-Model Pembelajaran HOTS (High Order Thinking Skill).
Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan.

Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).

Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar. Keterampilan ini juga digunakan untuk menggarisbawahi berbagai proses tingkat tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom.

Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Model-Model Pembelajaran HOTS (High Order Thinking Skill)
Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah

1. model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning),
2. model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning/PBL),
3. model Pembelajaran Berbasis Projek (Project- based Learning/PJBL).

Selain 3 model yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, guru juga diperbolehkan mengembangkan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembelajaran yang lain, seperti Cooperative Learning yang mempunyai berbagai metode seperti: Jigsaw, Numbered Head Together (NHT), Make a Match, Think-Pair-Share (TPS), Example notExample, Picture and Picture, dan lainnya.


1. Model Discovery/Inquiry Learning
Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/inquiry Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.

Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferensi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiriadalah the mental process of assimilating concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Langkah kerja (sintak) model pembelajaran penyingkapan/penemuan adalah sebagai
berikut:
a. Sintak model Discovery Learning
1) Pemberian rangsangan (Stimulation);
2) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
3) Pengumpulan data (Data Collection);
4) Pengolahan data (Data Processing);
5) Pembuktian (Verification), dan
6) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).

 2. Model Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan,dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000).

Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep- konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and Schmidt).

Karakteristik yang tercakup dalam PBL menurut Tan (dalam Amir, 2009) antara lain:
1. masalah digunakan sebagai awal pembelajaran;
2. biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured);
3. masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple-perspective);
4. masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru;
5. sangat mengutamakan belajar mandiri;
6. memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja, dan
7. pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Karakteristik ini menuntut peserta didik untuk dapat menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, terutama kemampuan pemecahan masalah.

Pada PBL guru berperan sebagai guide on the side daripada sage on the stage. Hal ini menegaskan pentingnya bantuan belajar pada tahap awal pembelajaran. Peserta didik mengidentifikasi apa yang mereka ketahui maupun yang belum berdasarkan informasi dari buku teks atau sumber informasi lainnya. Sintak model Problem-based Learning menurut Arends (2012) sebagai berikut:
a. Orientasi peserta didik pada masalah
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
c. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


3. Model Pembelajaran Project-Based Learning
Model Project-based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan keaktifan peserta didik dalam memecahkan masalah, dilakukan secara berkelompok/mandiri melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk untuk selanjutnya dipresentasikan kepada orang lain.

Karakteristik PJBL antara lain:
a. Penyelesaian tugas dilakukan secara mandiri dimulai dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga pemaparan produk
b. Peserta didik bertanggung jawab penuh terhadap proyek yang akan dihasilkan
c. Proyek melibatkan peran teman sebaya, guru, orang tua, bahkan masyarakat
d. Melatih kemampuan berpikir kreatif
e. Situasi kelas sangat toleran dengan kekurangan dan perkembangan gagasan


Penerapan project-based learning sebagai berikut:

a. Topik/ materi yang dipelajari peserta didik merupakan topik yang bersifat kontekstual dan mudah didesain menjadi sebuah proyek/ karya yang menarik
b. Peserta didik tidak digiring untuk menghasilkan satu proyek saja, (satu peserta didik menghasilkan satu proyek)
c. Proyek tidak harus selesai dalam 1 pertemuan (diselesaikan 3-4 pertemuan)
d. Proyek merupakan bentuk pemecahan masalah sehingga dari pembuatan proyek bermuara pada peningkatan hasil belajar
e. Bahan, alat, dan media yang dibutuhkan untuk membuat proyek diusahakan tersedia di lingkungan sekitar dan diarahkan memanfaatkan bahan bekas/ sampah yang tidak terpakai agar menjadi bernilai guna
f. Penilaian autentik menekankan kemampuan merancang, menerapkan, menemukan dan menyampaikan produknya kepada orang lain


Pembelajaran HOTS

Peningkatan keterampilan berfikir tingkat tinggi telah menjadi salah satu prioritas dalam pembelajaran matematika sekolah.  Permen 22 Tahun 2006 (Standar Isi) menyatakan mata pelajaran Matematika diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.  Pada dokumen ini ditegaskan pula bahwa pembelajaran matematika sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.  Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita sebagai guru memfasilitasi siswa untuk menjadi pemikir (thinker) dan pemecah masalah (problem solver) yang lebih baik?  Jawabnya sederhana: Jadikan kelas matematika sebagai tempat bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir mereka.

Pengajaran keterampilan berfikir dilandasi dua filosofi.  Pertama harus ada materi atau pelajaran khusus tentang berfikir.  Kedua, mengintegrasikan kegiatan berfikir ke dalam setiap pembelajaran matematika.  Dengan demikian, keterampilan berfikir terutama berfikir tingkat tinggi harus dikembangkan dan menjadi bagian dari pelajaran matematika sehari-hari.  Dengan pendekatan ini, keterampilan berfikir dapat dikembangkan dengan cara membantu siswa menjadi problem solver yang lebih baik.  Untuk itu, guru harus menyediakan masalah (soal) yang memungkinkan siswa menggunakan keterampilan berfikir tingkat tingginya.


Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud tertentu. Berpikir adalah identitas yang memisahkan status kemanusiaan manusia dengan lainnya. Karenanya sejauhmana manusia pantas disebut manusia dapat dibedakan dengan sejauhmana pula ia menggunakan pikirannya.

Adapun karakteristik-karakteristik dari HOTS:
  1.  Evaluasi dengan kriteria
  2.  Menunjukkan skeptisme
  3.  Keputusan yang menggantung
  4.  Menggunakan analisa logis
  5.  Menggunakan analisa logis
   

 A.    Tingkatan Keterampilan Berfikir

Secara umum, keterampilan berfikir terdiri atas empat tingkat, yaitu:  menghafal (recall thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative thinking) (Krulik & Rudnick, 1999).

Menghafal adalah tingkat berfikir paling rendah.  Keterampilan ini hampir otomatis atau refleksif sifatnya.  Contoh dari keterampilan ini adalah menghafal 3 x 4 = 12 dan 5 + 4 = 9.  Mengingat alamat atau nomor HP seseorang termasuk dalam keterampilan tingkat ini.  Siswa, terutama pada kelas-kelas awal, seringkali dipaksa untuk menghafal fakta-fakta ini.

Tingkat berfikir selanjutnya disebut sebagai keterampilan dasar.  Keterampilan ini meliputi memahami konsep-konsep seperti penjumlahan dan pengurangan, termasuk aplikasinya dalam soal-soal.  Contoh dari konsep perkalian adalah mencari harga total 12 kilogram beras bila harga perkilonya adalah Rp 6.350.

Berfikir kritis adalah berfikir yang memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek situasi atau masalah.  Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan menganalisa informasi.  Berfikir kritis termasuk kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan.  Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang diberikan dan mampu menentukan ketidak-konsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data merupakan bagian dari keterampilan berfikir kritis.  Dengan kata lain, berfikir kritis adalah analitis dan refleksif.

Tingkatan yang terakhir adalah berfikir kreatif yang sifatnya orisinil dan reflektif.  Hasil dari keterampilan berfikir ini adalah sesuatu yang kompleks.  Kegiatan yang dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan efektifitasnya.  Berfikir kreatif meliputi juga kemampuan menarik kesimpulan yang biasanya menelorkan hasil akhir yang baru.

Dua tingkat berfikir terakhir inilah (berfikir kritis  dan berfikir kreatif)  yang disebut sebagai keterampilan berfikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika dan akan dibahas dalam tulisan ini.

B.     Pertanyaan-pertanyaan Inovatif

Pendekatan pemecahan masalah, seperti dinyatakan oleh Standar Isi, merupakan fokus dalam pembelajaran matematika.  Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Permen 22 tahun 2006).  Kemampuan yang terakhir ini merupakan pengembangan dari langkah keempat Polya Looking Back (Polya, 1989).  Menafsirkan solusi mengandung arti bahwa siswa tidak berhenti menelaah soal hanya karena jawaban terhadap soal telah ditemukan.  Akan tetapi kegiatan penafsiran ini selain tidak begitu jelas, juga tidak cukup membuat siswa menggunakan keterampilan berfikir tingkat tingginya. Untuk itu diperlukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan kreatif siswa dalam bentuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inovatif:
Adakah Cara lain? (What’s another way?),
Bagaimana jika…? (What if …?),
Manakah yang salah? (What’s wrong?),
dan Apakah yang akan dilakukan? (What would you do?) (Krulik & Rudnick, 1999).

 1.   Adakah Cara Lain?

Setelah penyelesaian suatu masalah ditemukan, harus menantang siswa dengan pertanyaan: Adakah cara lain untuk menjawab masalah ini?  Mungkinkah ada jawaban lain?  Karena tidak ada perubahan pada soal, pertanyaan ini akan memotivasi siswa untuk mencari cara lain atau jawaban lain.  Karena itu pula, kegiatan ini menjadi cara yang baik untuk berlatih berfikir kritis.


Soal 1: Sebuah perusahaan furnitur akan membuat dua jenis bangku berkaki- tiga dan berkaki-empat.  Kedua jenis bangku ini menggunakan jenis kaki yang sama.  Pada suatu kesempatan perusahaan ini mendapat pesanan 340 kaki untuk 100 buah bangku.  Berapakah masing-masing jenis bangku yang akan diproduksi?

Jawaban 1

Misal x = banyak bangku berkaki-tiga

y = banyak bangku berkaki-empat

x + y = 100

3x + 4y = 340

Dengan berbagai cara akan diperoleh 60 bangku berkaki-tiga dan 40 bangku berkaki-empat.  Selanjutnya ajukan pertanyaan kemungkinan cara lain untuk mendapatkan jawaban yang sama.

2.   Bagaimana jika…?

Tidak seperti kegiatan pertama, kegiatan berikut dilakukan setelah kondisi pada soal diubah.  Perubahan ini membuat siswa memeriksa kembali soal dan melihat apakah pengaruh perubahan ini terhadap proses penyelesaian dan juga jawabannya.  Dengan jalan ini siswa akan menganalisa apa yang terjadi sehingga akan meningkatkan berfikir kritis mereka.  Berikut contohnya.

Soal 2: Yani mengambil empat kartu bilangan bernilai 31, 5, 9 dan 10.  Berapakah total nilai kartu-kartu bilangan tersebut?

Dengan proses penjumlahan sederhana diperoleh jawaban 55.  Sekarang ajukan pertanyaan: Bagaimana jika…?

Bagaimana Jika…? 1

Bagaimana jika Yani mengambil empat kartu dengan total nilai 55? Kartu bilangan manakah yang diambilnya?

Banyak jawaban terhadap pertanyaan ini.  Artinya, terdapat banyak jawaban benar.  Soal terakhir ini lebih memerlukan analisa, bukan sekedar latihan penjumlahan.

Bagaimana jika …? 2

Bagaimana jika kartu bilangan 10 dibuang?  Jika Yani mengambil empat kartu dengan total nilai 55,  Kartu-kartu manakah yang diambilnya?

Soal ini membuat siswa menganalisa lebih jauh.  Setelah mencoba beberapa kombinasi siswa akan menyadari bahwa jumlah tersebut tidak mungkin diperoleh.  Mengapa?  Apa penjelasan matematisnya? Jumlah dua bilangan genap selalu akan genap, sehingga tidak mungkin diperoleh 55.

Dengan mengajukan pertanyaan Bagaimana jika …? Masalah rutin dapat diubah menjadi suatu kegiatan yang menarik untuk member kesempatan untuk menggunakan berfikir kritisnya.

3.    Manakah yang salah?

Dalam Manakah yang salah? siswa mempunyai kesempatan lain untuk menggunakan keterampilan kritisnya.  Siswa diberikan suatu masalah beserta jawabannya.  Akan tetapi jawaban tersebut memuat suatu kesalahan, mungkin kesalahan konsep atau kesalahan perhitungan.  Siswa diminta untuk mencari kesalahan tersebut, memperbaikinya, dan kemudia menjelaskan apa yang salah, mengapa salah, dan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.

`Soal 3: Pak Muslim membeli sekeping tripleks seharga Rp125.000.  Karena dia minta triplex tersebut dipotong menjadi 3 bagian yang sama, dia dikenakan biaya Rp 3500 sekali potong.  Selanjutnya Pak Muslim harus membayar biaya pengecatan sebesar 30% dari seluruh biaya setelah pemotongan.  Toko memberikan tanda pembayaran sebagai berikut:

Pak Muslim mengatakan biaya tersebut salah.  Manakah yang salah?

Jawaban 1

Seorang siswa menjawab: Kesalahan terletak pada biaya pemotongan.  Diperlukan hanya 2x pemotongan untuk mendapat 3 bagian yang sama sehingga biaya pemotongan hanya Rp7000. Total biaya kelebihan Rp3500.  Sehingga biaya total adalah Rp176.150 – Rp3500 = Rp172.550.

Jawaban 2

Siswa lain menunjuk kesalahan lainnya.  Karena biaya pengecatan tergantung pada subtotal yang tergantung pada harga triplex dan ongkos pemotongan, maka biaya total akan lebih kecil daripada Rp 172.650.  Dengan demikian siswa tidak hanya menggunakan keterampilan kritis tetapi juga menggunakan keterampilan kreatifnya.

 4.  Apakah yang akan dilakukan?

Pertanyaan ini diajukan untuk merangsang keterampilan berfikir kritis.  Setelah menjawab pertanyaan, siswa dihadapkan pada situasi untuk mengambil keputusan.  Keputusan ini dapat didasarkan pada ide pribadi, pengalaman pribadi, atau apa saja sesuai keinginan siswa.  Akan tetapi siswa harus menjelaskan konsep matematika yang mendasari keputusan tersebut.  Penjelasan ini dapat dalam bentuk kalimat tertulis sehingga memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih keterampilan komunikasinya.



ToT KBTT di P4TK MTK DIY 8-13 April 2019

LANGKAH-LANGKAH MENYUSUN DESAIN PEMBELAJARAN BERORIENTASI HOTS DAN CONTOH RPP BERORIENTASI HOTS

Guru sebaiknya menyajikan pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik untuk berpikir kritis, logis, dan sistematis sesuai dengan karakteristik Bahasa Indonesia, serta memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills atau HOTS).
Anderson mengategorikan tingkat berpikir seperti dalam tabel Berikut.

Deskripsi Kemampuan Kognitif 

  • Mengingat (Remember): Menyajikan fakta dari ingatan (mengenai fakta penting/recognizing; memanggil/recalling/retrieving) 
  •  Memahami (Understand): Memaknai materi yang dipelajari dengan kata kata/kalimat sendiri (interpretasi/interpreting, memberi contoh/illustrating, mengkalsifikasi/classifying/categorizing, meringkas/summarizing/abstracting, menyimpulkan/concluding/ektrapolating/interpolating, predicting, membandingkan/comparing/contrasting/mapping/matching, menjelaskan/constructing model e.g. cause-effect)
  •  Menerapkan (Apply): Melaksanakan (executing), menggunakan prosedur (implementing) untuk suatu situasi baru (melakukan, menerapkan)
  •  Menganalisis (Analyze): Mengelompokkan informasi/fenomena dalam bagian bagian penting (differentiating/discriminating/focusing/selecting), menentukan keterkaitan antar komponen
    (organizing/finding coherence/integrating/outlining/structuring), menemukan pikiran pokok/bias/nilai penulis (attributing/deconstructing)
  • Mengevaluasi (Evaluate): Menentukan apakah kesimpulan sesuai dengan uraian/fakta (checking/coordinating/detecting/monitoring/testing), menilai metode mana yang paling sesuai untuk menyelesaikan masalah (critiquing/judging)
  • Mencipta (Create) : Mengembangkan hipotesis (generating), merencanakan penelitian (planning/designing), mengembangkan produk baru (producing/constr
Berdasarkan tingkat berpikir yang tercantum pada deskripsi, ada kemampuan berpikir yang lebih tinggi (higher order thinking skills = HOTS) yang harus dikuasai oleh peserta didik yaitu kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran Anda dianjurkan untuk mendorong peserta didik memiliki kemampuan tersebut dengan menyajikan pembelajaran yang variatif serta pemberian materi yang “tidak biasa”.

Langkah-langkah menyusun desain pembelajaran berorientasi HOTS antara lain sebagai berikut.
A. Perencanaan Pembelajaran

1. Analisis SKL-KI-KD-IPK:
  • Kata kerja operasional pendukung analisis SKL-KI-KD-IPK
  • Dikembangkan sesuai KD, KD menjadi target minimal.
  • Jika ada KD yang telah dipelajari KD sebelumnya…maka bisa langsung di KD bersangkutan,     dapat dimasukkan pada kegiatan awal saja pembelajaran.
2. Menentukan keterampilan proses kognitif/berpikir dan dimensi pengetahuan  (Anderson and  Krathwhols 2001)
3. Menentukan tujuan pembelajaran
4. Integrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan Literasi
5. Penentuan model pembelajaran (D/I, PJBL, PBL, dan sebagainya sesuai karakter mata pelajaran).


B. Pelaksanaan Pembelajaran
  •  Desain kegiatan awal pembelajaran
  •  Desain kegiatan inti pembelajaran
  •  Desain kegiatan penutup pembelajaran
C. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
1. Pengembangan kisi-kisi penilaian:
  • Menuntun guru mengembangkan kisi-kisi
  • Mengembangkan indikator penilaian sesuai SKL-KI-KD-IPK
  • Matrik perkembangan materi dengan model pembelajaran
2. Pengembangan penilaian
3. Evaluasi pembelajaran


Contoh desain pembelajaran  untuk mendorong peserta didik memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) mata pelajaran Matematika kelas X


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas  : X 


     a) Menentukan Pasangan KD dan Target pada KD

   b) Analisis KD
       3.5 Menganalisis barisan dan deret aritmetika



c). PERUMUSAN KEGIATAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN MODEL PEMBELAJARAN

Tujuan Pembelajaran:
Setelah berdiskusi dan menggali informasi melalui model pembelajaran discovery learning peserta didik dapat mengidentifikasi sifat/ciri dari barisan aritmetika, menentukan rumus umum suku ke-n suatu barisan aritmetika, memecahkan masalah kontekstual dengan menggunakan konsep barisan bilangan aritmetika, mengemukakan ide terkait masalah barisan aritmeti a, dan menyusun langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah konstekstual yang berkaitan dengan barisan aritmetika.



PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menurut Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan kali pertemuan atau lebih.
   
Penyusunan RPP yang dilakukan oleh guru, wajib memperhatikan Program Tahunan (Prota) dan Program Semester (Prosem), agar penyusunan RPP dapat lebih terukur terutama pada pemetaan KD dalam satu semester.  Merujuk pada Permendikbud, komponen RPP yang disesuaikan dan perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Identitas
Identitas Sekolah : (diisi nama sekolah)

Mata pelajaran     : (diisi dengan mata pelajaran)

Kelas/Semester    : (diisi dengan kelas sesuai)
Materi Pokok       : (diisi dengan materi pokok yang dirumuskan dari KD)
Tahun pelajaran   : (diisi dengan tahun pelajaran berjalan)
Alokasi Waktu     : (diisi melalui anailisa estimasi waktu)

Penentuan alokasi waktu sebaiknya melalui analisis dari waktu yang dibutuhkan untuk pencapaian tiap IPK. 

2. Kompetensi Inti

Kompetensi inti dituliskan dengan cara menyalin dari Permendikbud Nomor 21 Tahun  2016 tentang Standar Isi. 

3. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi 


   

4. Tujuan Pembelajaran
Perumusan tujuan pembelajaran harus jelas dalam menunjukkan kecakapan yang harus dimiliki peserta didik. Tujuan pembelajaran mengisyaratkan bahwa ada beberapa karakter kecakapan yang akan dikembangkan guru dalam pembelajaran. Selain itu, tujuan pembelajaran ini juga bertujuan untuk menguatkan pilar pendidikan.

5. Materi
Materi pokok dapat dirumuskan dari Kompetensi Dasar, sedangkan materi ajar dirumuskan dari indikator pencapaian kompetensi. Secara rinci menjadi lampiranRPP. Selain itu, perlu diperhatikan juga materi pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih luas (broad-based learning) serta memanfaatkan berbagai sumber belajar, termasuk sumber belajar digital dan sumber belajar berupa alam atau lingkungan masyarakat (community-based learning) seperti telah dijelaskan pada modul sebelumnya.

6. Media/alat Pembelajaran 

Media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang menjadi tuntutan dalam pembelajaran. Media/alat pembelajaran sebagai sarana bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Media/alat pembelajaran akan memengaruhi iklim belajar, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan dikelola oleh guru. Dalam memilih media pembelajaran harus mempertimbangkan prinsip psikologi peserta didik, antara lain motivasi, perbedaan individu, emosi, partisipasi umpan balik, penguatan, dan penerapan. Penggunaan media/alat pembelajaran dapat mengatasi  keterbatasan indera, ruang, dan waktu. 


7. Bahan dan Sumber Belajar 

Bahan dan sumber belajar adalah semua bahan dan sumber yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik untuk mencapai kompetensi tertentu. Bahan dan sumber belajar dapat berupa buku, data, orang, lingkungan, alam, dan sebagainya. Penulisan sumber belajar di RPP harus jelas dan pasti.

8. Metode Pembelajaran
Contoh: 
Pendekatan
                : Saintifik
Model Pembelajaran : Problem-based Learning, Discovery Learning, Project-based Learning
Metode                      : diskusi, tanya jawab, penugasan

9. Kegiatan Pembelajaran
Peserta didik mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Proses tersebut berlangsung melalui kegiatan tatap muka di kelas, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri.  Kegiatan tatap muka merupakan kegiatan yang dipetakan dalam
pertemuan. Setiap pertemuan memuat kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup.

a) Kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan pendahuluan
  • Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
  • Memberikan motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan
  • contoh dan perbandingan lokal, nasional, dan internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta didik; 
  • Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;  
  • Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
  • Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus
    dan RPP.
    b) Kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan inti

Kegiatan inti memuat hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan dan metode/model. Yang harus diperhatikan adalah karakteristik dari setiap model pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi dasar yang diusung dalam pembelajaran. Dalam kegiatan inti harus nampak bahwa peserta didik menjadi pusat pembelajaran, atau pelaku pembelajaran. Dalam kegiatan inti harus nampak tahapan yang dilakukan peserta didik dari model atau metode pembelajaran yang dilakukan.   Kegiatan inti yang dirancang juga mencakup penilaian for learning, atau penilaian yang berada pada proses pembelajaran sehingga menjadi penilaian formatif bagi pembelajaran yang dilaksakanan.



 
c) Kegiatan yang dilakukan dalam Penutup

Kegiatan tersebut meliputi:
  • Refleksi dan evaluasi seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil  yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung; 
  • Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

  • Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas
    individual maupun kelompok;

  • Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
    berikutnya;
  • Kegiatan penutup dapat diberikan penilaian akhir sesuai KD yang
    bersesuaian.
10. Penilaian 
Penilaian dalam RPP mengukur ketercapaian indikator pencapaian kompetensi. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan beberapa teknik penilaian. Penilaian dilakukan dengan merujuk pada kisi-kisi soal yang dijabarkan dari indikator pencapaian kompetensi.


PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

Instrumen penilaian biasanya dilampirkan dalam RPP. Sebelum menyusun instrumen penilaian, terlebih dahulu menyusun kisi-kisi soal yang dijabarkan dari indikator pencapaian kompetensi. Adapun format kisi-kisi soal adalah sebagai berikut:

 Tabel. Format Kisi-Kisi Penyusunan Soal


Keterangan: *)
Level kognitif 1 = pengetahuan/pemahaman (C1-2)
Level kognitif 2 = aplikasi/penerapan (C3)
Level kognitif 3 = penalaran (C4-6)
Jenis penilaian antara lain: (1) penilaian sikap, (2) penilaian pengetahuan, dan (3)
penilaian keterampilan.

 1. PENILAIAN SIKAP 

Penilaian sikap dilakukan dengan melakukan observasi maupun wawancara yang dicatat dalam jurnal perkembangan sikap. Untuk bahan konfirmasi bisa dilakukan penilaian diri atau penilaian antar teman. Catatan perkembangan sikap hasil pengamatan didokumentasikan dengan menggunakan format jurnal sebagai berikut.

Tabel. Jurnal Perkembangan Sikap
 Keterangan:
1. Nomor urut;
2. Hari dan tanggal kejadian;
3. Nama peserta didik yang menunjukkan perilaku yang menonjol baik positif maupun
negative;
4. Catatan kejadian atau perilaku yang menonjol baik positif maupun negatif;
5. Diisi dengan butir sikap dari catatan pada  kolom kejadian;
6. Diisi dengan (+) untuk sikap positif dan (–) untuk sikap negatif.

2. PENILAIAN PENGETAHUAN
 
Penilaian pengetahuan dilakukan dengan menggunakan tes tulis, lisan, maupun penugasan. Tes tulis bisa berbentuk pilihan ganda maupun uraian. Untuk menyusun soal HOTS perlu dipersiapkan: (1) stimulus yang menarik dan kontekstual; (2) menulis butir pertanyaan sesuai dengan kaidah penulisan butir soal; dan (3) membuat pedoman penskoran atau kunci jawaban. 

 3. PENILAIAN KETERAMPILAN 

Penilaian keterampilan dilakukan dengan menggunakan tes kinerja (unjuk kerja), proyek, dan portofolio. Penilaian kinerja merupakan penilaian untuk melakukan suatu tugas dengan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Pada penilaian kinerja, penekanan penilaiannya dapat dilakukan pada proses atau produk. Pada saat penyusunan instrumen penilaian kinerja, perlu disiapkan rubrik penilaiannya. Untuk penilaian proyek, tugas yang harus diselesaikan memerlukan periode/waktu tertentu. Tugas proyek bisa berupa rangkaian kegiatan mulai dari (1) perencanaan, (2) pengumpulan data, (3) pengorganisasian, (4) pengolahan, (5) penyajian data, dan (6)
pelaporan. Sedangkan untuk portofolio, bisa berupa kumpulan dokumen atau teknik penilaian.
 

KATA KERJA OPERASIONAL (KKO) EDISI REVISI TEORI BLOOM, klik disini




https://www.rijal09.com/2018/11/model-model-pembelajaran-hots-higher-order-thinking-skill.html
https://arlinaagung.wordpress.com/tugas-internet-desaing-dan-web/artikel-pembelajaran-hots/
https://sekolahsd.com/2019/02/05/langkah-langkah-menyusun-desain-pembelajaran-berorientasi-hots-dan-contoh-rpp-berorientasi-hots/

0 komentar:

Posting Komentar